Makassar-Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Sulawesi Selatan melepasliarkan 8 ekor ular sanca batik yang berukuran bervariasi mulai dari ukuran 2 meter sampai 5 meter.
Satwa melata yang memiliki nama latin Malayopython reticulatus/Python reticulatus itu, Tim BBKSDA Sulsel dengan kode WRU atau Wildlife Rescue Unit harus menempuh perjalanan masuk ke dalam Kawasan Cagar Alam Faruhumpenai. Berjalan kaki menyusuri sungai dan bukit-bukit sekira 1 jam. Panasnya sengatan matahari tidak menyurutkan Tim menyatukan ular kembali ke alam liarnya.
Asep salah satu anggota tim WRU menerangkan, delapan ekor ular ini berasal dari 2 lokasi kendang transit kami, ada yang dari Kandang Makassar dan Kandang di Palopo.
“Upaya tim untuk melepasliarkan satwa itu selalu menyenangkan, walau harus menumpuh perjalanan jauh dan masuk lebih jauh kedalam Kawasan, kami selalu merasakan kebahagiaan ketika melihat langsung satwa yang selama ini terkekang dikandang, kini mereka bisa kembali ke habitatnya, ” jelas Asep bangga.
Baca juga:
Banjir di Jalan Poros Pekkae-Soppeng
|
Sementara Eko Yuwono, pentolan WRU BBKSDA Sulsel menerangkan, ular-ular ini kebanyakan dari serahan masyarakat dan Damkar di Sulsel, dari hasil observasi tim kami, di akhir tahun 2021 dan Maret 2022.
“Kami banyak menerima kasus ular masuk pemukiman. kedatangan hewan melata tersebut karena musim saat ini menjadi fase ular untuk berkembang biak, ” imbuhnya.
Dia menghimbau agar masyarakat untuk tidak menumpuk barang-barang bekas yang berpotensi menciptakan lubang atau ruang yang dapat digunakan ular untuk bertelur.
“Selain itu juga pastikan warga menempatkan sampah pada tempatnya. Pasalnya, sampah yang dibiarkan tergeletak lama bisa mengundang tikus dan akhirnya turut mendatangkan ular, ” pesan Eko Yuwono.
Kepala Balai Besar KSDA Sulawesi Selatan, Ir Jusman menjelaskan, ular python atau ular sanca batik adalah salah satu satwa dengan status kategori tidak dilindungi.
“Namun, dalam Convention on International Trades on Endangered Species of Wild Flora and Fauna (CITES) atau perjanjian internasional yang fokus pada perlindungan spesies tumbuhan dan satwa liar, jenis ular ini masuk dalam kategori appendiks II, ” tukas Jusman. Rabu, 29 Maret 2022.
Menurutnya, satwa ini spesies yang tidak terancam kepunahan, tetapi mungkin terancam punah bila perdagangan terus berlanjut tanpa adanya pengaturan.
“Berdasarkan Kepmenhut Nomor 447/Kpts-II/2003 tentang Tata Usaha Pengambilan atau Penangkapan dan Peredaran Tumbuhan dan satwa liar. Aturan ini menegaskan adanya pembatasan kuota tangkap atau ambil yang tidak dilindungi yang masuk dalam appendik CITES ataupun non appendiks CITES. Kuota ini ditetapkan oleh Dirjen KSDAE setiap tahunnya berdasarkan rekomendasi dari LIPI dan berlaku untuk satu tahun, ” beber dia pungkas.
Sebagai Informasi Cagar Alam Faruhumepani secara admnistratif terletak di wilayah Kabupaten Luwu Timur. Cagar Alam ini memiliki kekayaan potensi ekosistem flora dan fauna yang melimpah. Satwa-satwa eksotis dan endemik ada di Cagar Ala mini seperti Boti/Ceba/Seba, Musang Sulawesi, Babirusa, Babi Hutan, Rusa Timor sampai Anoa.