OPINI- Di era digital yang semakin maju, kecerdasan buatan (AI) telah menjadi alat yang sangat kuat dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk dalam pemerintahan dan proses demokrasi. AI menawarkan potensi besar untuk meningkatkan efisiensi dan akurasi dalam pengambilan keputusan publik. Namun, penggunaan AI dalam konteks ini juga menimbulkan pertanyaan penting mengenai transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi publik dalam demokrasi.
BagaimanaAIMempengaruhi Proses Demokrasi ?
AI memiliki kemampuan untuk menganalisis data dalam jumlah besar dengan cepat dan akurat, yang dapat membantu pemerintah dalam membuat keputusan yang lebih baik dan berbasis bukti. Misalnya, AI dapat digunakan untuk memproses data pemilih secara efisien, mengidentifikasi tren dalam perilaku pemilih, atau bahkan memprediksi hasil pemilihan dengan lebih akurat. Selain itu, AI juga bisa membantu mengoptimalkan distribusi sumber daya dan pelayanan publik, serta mengurangi korupsi dengan mengidentifikasi anomali dalam pengeluaran publik atau proses pengadaan barang dan jasa.
Namun, meskipun AI memiliki potensi untuk mendukung demokrasi dengan cara-cara tersebut, ada juga risiko signifikan yang perlu dipertimbangkan. Salah satu risiko terbesar adalah potensi kurangnya transparansi dalam pengambilan keputusan yang dilakukan oleh AI. Algoritma yang digunakan dalam sistem AI sering kali kompleks dan sulit dipahami oleh publik, sehingga membuat proses pengambilan keputusan menjadi tidak transparan. Ketika keputusan penting dibuat berdasarkan rekomendasi AI tanpa penjelasan yang jelas tentang logika di baliknya, kepercayaan publik terhadap proses demokrasi dapat tergerus.
Contoh Kasus: Pemilihan Presiden 2024 di Indonesia
Pada Pemilihan Presiden 2024 di Indonesia, AI digunakan secara luas dalam analisis data pemilih dan kampanye digital. Tim kampanye memanfaatkan AI untuk mengidentifikasi pola perilaku pemilih berdasarkan data demografi, riwayat suara, dan aktivitas media sosial. Algoritma AI memungkinkan kampanye untuk menyusun pesan yang lebih personal dan relevan bagi berbagai kelompok pemilih, serta mengoptimalkan penempatan iklan digital. Meskipun strategi ini meningkatkan efisiensi kampanye, ada kekhawatiran bahwa data pemilih yang digunakan mungkin melanggar privasi individu, terutama jika dikumpulkan tanpa izin atau digunakan tanpa sepengetahuan publik.
Selain itu, terdapat laporan mengenai penggunaan teknologi AI seperti deepfake dan chatbots di media sosial untuk menyebarkan informasi yang menyesatkan atau manipulatif. Misalnya, video palsu yang dibuat dengan deepfake dapat mempengaruhi opini publik dengan menampilkan informasi yang salah, sementara chatbots yang didukung AI dapat menyebarkan narasi tertentu atau menyerang kandidat lawan, menciptakan ilusi dukungan luas atau memperburuk polarisasi masyarakat. Ini tidak hanya membingungkan pemilih tetapi juga merusak kepercayaan terhadap proses pemilu dan demokrasi secara keseluruhan.
Tantangan dalam Penggunaan AI untuk Pengambilan Keputusan Publik
Selain isu transparansi, penggunaan AI dalam demokrasi juga menimbulkan tantangan terkait akuntabilitas. Siapa yang bertanggung jawab jika keputusan yang diambil oleh AI terbukti salah atau bias? Dalam banyak kasus, sistem AI dikembangkan oleh entitas swasta yang mungkin tidak memiliki kewajiban untuk mempublikasikan algoritma mereka atau menjelaskan bagaimana data diproses. Ini menimbulkan masalah serius terkait pengawasan dan akuntabilitas, karena masyarakat dan lembaga pengawas tidak memiliki alat yang memadai untuk menilai apakah AI beroperasi secara adil dan sesuai dengan nilai-nilai demokrasi.
Partisipasi publik adalah elemen kunci lainnya dalam demokrasi yang bisa terancam oleh AI. Ketika teknologi AI digunakan untuk mengotomatisasi keputusan yang seharusnya melibatkan diskusi publik atau pertimbangan bersama, ada risiko bahwa suara warga negara menjadi kurang didengar. AI yang digunakan tanpa keterlibatan publik bisa mengakibatkan pengambilan keputusan yang jauh dari kebutuhan dan keinginan masyarakat.
Baca juga:
Kebijakan Pengurangan Sampah Plastik
|
Mengelola Risiko dan Memanfaatkan Potensi AI dalam Demokrasi
Untuk memastikan bahwa AI dapat digunakan secara efektif dalam mendukung proses demokrasi tanpa mengorbankan transparansi dan akuntabilitas, beberapa langkah perlu dipertimbangkan:
1. Meningkatkan Transparansi Algoritma. Pemerintah harus memastikan bahwa algoritma AI yang digunakan dalam pengambilan keputusan publik dapat diakses dan dimengerti oleh masyarakat. Ini termasuk mempublikasikan data yang digunakan serta logika di balik keputusan yang dibuat oleh AI.
2. Menerapkan Pengawasan Independen. Pembentukan badan pengawas independen yang memiliki wewenang untuk meninjau dan mengaudit sistem AI adalah langkah penting untuk memastikan bahwa teknologi ini digunakan dengan cara yang adil dan tidak bias.
Baca juga:
Pura-Pura Budayawan
|
3. Mendorong Partisipasi Publik. Masyarakat harus dilibatkan dalam proses pengembangan dan implementasi AI, termasuk dalam pengambilan keputusan mengenai bagaimana teknologi ini digunakan dalam konteks demokrasi. Ini bisa mencakup forum diskusi, survei publik, atau panel warga.
4. Edukasi dan Literasi Teknologi. Meningkatkan literasi teknologi di kalangan pembuat kebijakan dan masyarakat umum sangat penting untuk memastikan bahwa semua pihak dapat memahami dan mengawasi penggunaan AI dalam pemerintahan.
5. Mengintegrasikan Kearifan Lokal. Dalam konteks Indonesia, penting untuk memastikan bahwa penggunaan AI sejalan dengan nilai-nilai budaya dan norma-norma lokal. Pemerintah dapat mengadopsi pendekatan yang menghormati kearifan lokal untuk memastikan bahwa teknologi AI tidak hanya diterima tetapi juga digunakan secara adil dan inklusif.
AI memiliki potensi besar untuk mendukung dan memperkuat proses demokrasi, tetapi ini hanya mungkin jika teknologi tersebut digunakan dengan hati-hati dan penuh tanggung jawab. Dengan memastikan transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi publik, kita dapat memastikan bahwa AI berfungsi sebagai alat untuk memperkuat demokrasi, bukan sebagai ancaman terhadapnya.
Barru 01 September 2024
Opini Oleh: Dr. Kasmiah Ali, S.Sos., M.A.P